Kalau kamu pernah menjelajah ke Lombok dan singgah ke beberapa air terjunnya, kamu mungkin menyadari satu hal yang menarik: banyak nama air terjun di sini diawali dengan kata “Tiu”—seperti Tiu Kelep, Tiu Teja, atau Tiu Pupus. Awalnya, saya pikir itu hanya sekadar nama, seperti “Curug” di Jawa atau “Air Terjun” biasa. Tapi ternyata, kata “Tiu” menyimpan makna yang lebih dalam dan erat kaitannya dengan budaya, bahasa, dan cara hidup masyarakat Sasak, suku asli Lombok.
Saya mulai penasaran ketika mendaki ke Tiu Kelep di Senaru. Seorang pemandu lokal, Pak Salim, menyebutkan bahwa kata tiu bukan hanya pelengkap nama, tapi sebuah penanda penting dalam bahasa dan budaya lokal.
Dan di situlah perjalanan saya untuk memahami arti “tiu” dimulai.
“Tiu” dalam Bahasa dan Budaya Sasak
Dalam bahasa Sasak, “Tiu” berarti kolam atau cekungan air alami. Tapi bukan kolam buatan seperti yang kita bayangkan, melainkan semacam danau kecil atau tempat air tertampung secara alami di hulu sungai atau di bawah air terjun.
Jadi, ketika kita menyebut “Tiu Kelep”, secara harfiah artinya adalah “Kolam Berdesis” atau “Kolam Gemuruh”, karena suara jatuhan airnya yang seperti desisan besar. Sementara “Tiu Teja” berarti “Kolam Pelangi”, karena konon air terjunnya sering memunculkan pelangi ketika matahari menyinari percikan air.
Lebih dari sekadar istilah geografis, “tiu” memiliki makna spiritual dan ekologis. Masyarakat adat percaya bahwa di sekitar tiu ada energi alam yang kuat, bahkan ada beberapa air terjun yang dianggap sakral dan tidak boleh dikunjungi sembarangan tanpa izin atau ritual tertentu.
Air Terjun dan Keseharian Orang Sasak
Air terjun bagi masyarakat Lombok bukan hanya tempat wisata. Mereka adalah sumber kehidupan. Banyak desa yang sejak dulu bergantung pada aliran air dari hulu, dan tiu menjadi tempat penting untuk aktivitas harian seperti mandi, mencuci, hingga tempat berdoa dan meminta hujan saat musim kering.
Pak Salim sempat bercerita, bahwa waktu kecil, ia dan teman-temannya biasa mandi di tiu setelah sekolah. Kadang sambil membawa perahu kecil dari batang pisang. “Dulu belum banyak orang tahu tentang Tiu Kelep,” katanya. “Sekarang sudah ramai, tapi syukurnya masyarakat tetap jaga tempat ini seperti dulu.”
Melalui cerita seperti itu, saya makin sadar bahwa tiu bukan cuma soal destinasi. Ia adalah bagian dari kehidupan masyarakat, dari cerita masa kecil, dan bahkan dari identitas kampung.
Pengalaman Pribadi: Saat Tiu Kelep Menghipnotis
Saya masih ingat detik-detik ketika pertama kali berdiri di depan Tiu Kelep. Perjalanan dari pintu masuk memang cukup menantang. Harus melewati jembatan bambu, jalan berbatu, dan beberapa kali menyusuri sungai kecil. Tapi suara air yang makin keras, dan hawa sejuk yang makin menusuk, menjadi petunjuk bahwa saya semakin dekat.
Dan begitu saya sampai, rasanya seperti menghadapi dinding air setinggi langit. Tetesannya menyebar ke segala arah, membentuk kabut halus yang menyejukkan wajah. Di bawahnya, terbentuk kolam alami yang berputar pelan. Inilah tiu itu.
Saya terdiam. Tidak ingin buru-buru foto. Tidak ingin cepat-cepat pulang. Hanya ingin duduk dan meresapi suara air yang bergema dari dinding batu.
Ragam Tiu yang Bisa Kamu Temukan di Lombok
Selain Tiu Kelep, ada banyak air terjun di Lombok yang menggunakan kata “tiu” di depannya, masing-masing dengan karakter dan keunikan tersendiri:
- Tiu Teja – Terletak di Lombok Utara. Air terjun kembar yang tinggi dan anggun, sering dihiasi pelangi kecil jika datang di waktu yang tepat.
- Tiu Pupus – Tidak terlalu tinggi, tapi kolam di bawahnya sangat luas dan tenang. Cocok untuk berendam santai.
- Tiu Sekeper – Ini salah satu yang masih sangat alami dan jarang dijamah wisatawan. Trekking ke sini cukup menantang, tapi pemandangannya luar biasa.
- Tiu Bombong – Air terjun kecil di daerah Bayan, biasanya dikunjungi warga lokal untuk keperluan adat dan sembahyang.
Setiap tiu memiliki karakter air, cerita rakyat, bahkan legenda masing-masing. Menjelajahi satu per satu bisa jadi pengalaman budaya sekaligus petualangan yang tidak terlupakan.
Kalau kamu tertarik untuk menjelajahi deretan air terjun ini secara terorganisir tapi tetap dekat dengan budaya lokal, kamu bisa mempertimbangkan paket tour Lombok yang menawarkan pengalaman menyusuri jalur air terjun bersama pemandu asli yang tahu seluk-beluk tiap tempat.
Antara Mitologi dan Kepercayaan
Banyak tiu di Lombok yang masih diselimuti aura mitologi. Beberapa dipercaya dihuni oleh makhluk halus penjaga air, atau disebut “penunggu”. Karena itu, sebelum masuk ke kawasan tertentu, biasanya masyarakat akan mengucapkan salam secara halus atau melakukan ritual kecil agar perjalanan diberkahi dan tidak diganggu.
Saya sempat menyaksikan sendiri seorang pemandu berdoa sambil menabur bunga sebelum kami masuk ke jalur menuju Tiu Sekeper. Ketika saya tanya alasannya, ia hanya menjawab singkat: “Air itu hidup. Kita harus izin.”
Saya suka cara pandang ini. Bahwa alam bukan sekadar objek yang bisa kita taklukkan, tapi entitas hidup yang kita ajak bicara, kita hargai, dan kita jaga bersama.
Mengapa Kata “Tiu” Perlu Kita Pahami?
Dengan mengenal makna kata “tiu”, kita tidak hanya jadi tahu arti nama suatu tempat, tapi juga memahami cara pandang masyarakat Lombok terhadap alam. Bahwa setiap tempat punya jiwa, punya nama, punya fungsi.
Buat saya pribadi, mengunjungi air terjun yang punya “tiu” di namanya sekarang terasa lebih istimewa. Saya tidak hanya datang untuk selfie, tapi juga membawa rasa hormat. Saya tahu, saya sedang mengunjungi kolam suci yang dari dulu dijaga, dimanfaatkan, dan dihormati oleh orang-orang yang hidup dari alirannya.